Jumat, 22 Juni 2012

Belajar dari dolanan


Beberapa waktu lalu saya dan teman-teman berkunjung ke daerah Pandes,Bantul, Yogyakarta. Saat itu kita ingin membuat sebuah film dokumenter di daerah tersebut. Disana terdapat sebuah kampung dimana terdapat beberapa orang yang sampai masih membuat dolanan tradisional. Hebat memang, di jaman serba modern dan canggih seperti sekarang masih ada orang yang melestarikan mainan tradisonal.
Apalagi hanya tinggal sekitar 6 orang dan dikerjakan oleh orang-orang yang sudah lanjut usia. Tangan-tangan mereka masih terampil dalam membuat mainan seperti manukan, payungan, kitiran,othok-othok,dll.
Saya yang masih muda dan gagah seperti ini, belum tentu bisa membuat mainan tersebut. Entah siapa yang nanti akan meneruskannya ketika tangan-tangan mereka sudah tak kuat lagi, ketika tenaga-tenaga meraka tak sanggup lagi untuk bekerja.  Sangat disayangkan apabila mainan-mainan tradisional hilang begitu saja. Selain murah, mainan tradisional juga banyak menyimpan nilai didalamnya. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari mainan-mainan tradisional. Dibandingkan mainan-mainan jaman sekarang yang kebanyakan hanya berfungsi sebagai hiburan dan anak-anak cenderung menjadi malas.
Selain itu terdapat sebuah Paud yang bernama Among Siwi. Paud ini mengajarkan berbagai hal kepada anak-anak. Tidak hanya pelajaran biasa, disini mereka juga diajarkan tentang nilai dan moral. Among siwi mengajarkan melalui permainan-permainan tradisional seperti cublak-cublak suweng, dempo ewa ewo, ancak-ancak alis dan masih banyak lagi.
Sejak kecil mereka sudah diajari tentang tata krama, tentang bagaimana menghargai orang lain,dll.
Hal unik yang ada pada Paud ini, jika sekolah lain menggunakan uang untuk membayar, disana menggunakan sampah sebagai pembayaran. Ide ini dikeluarkan karena para pendiri sekolah ini peduli terhadap lingkungan dan takut dalam beberapa puluh tahun kedepan negara ini akan tertutup sampah. Oleh karena itu mereka memanfaatkan sampah agar lebih bermanfaat.
Luar biasa memang, baru kali ini saya melihat ada daerah yang masih mempertahankan budaya warisan nenek moyang dengan baik. Sebagai mahasiswa saya malu kepada anak-anak pra sekolah yang sudah mengerti tata krama,bisa menghargai orang lain, dan mengerti banyak hal tentang nilai-nilai sosial. Walau hanya beberapa hari disana, saya belajar banyak hal, salah satu hal penting yaitu kita boleh mengikuti budaya luar, tapi jangan sampai meninggalkan budaya sendiri. Inilah yang banyak terjadi pada anak-anak jaman sekarang. Semakin lama nilai-nilai sosial, moral dan jatidiri mereka mulai hilang.
Saya berharap suatu saat nanti, dari sana akan terlahir seseorang yang sangat mencintai budaya sendiri, seseorang yang mampu melestarikan budaya mereka, seseorang yang selalu berpegang pada nilai-nilai sosial, seseorang yang bangga ketika menyebutkan satu nama!
INDONESIA!
:)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;